KABAR BHAYANGKARA

Hikmah Hari Ke Sembilan: Puasa Adalah Pergulatan Manusia Menjaga fitrahnya Dan Menggapai RidhaNya.

Puasa merupakan ibadah khusus yang diwajibkan pada bulan yang khusus, yang diserukan pada orang-orang yang “mengkhususkan” dirinya pada keimanan kepada Allah dan risalah RasulNya.

Puasa adalah pergulatan manusia menjaga fitrahnya dan menggapai RidhaNya. Puasa sebuah ibadah dengan tingkatan-tingkatan pergulatan dan faedah tergantung tingkatan orang yang melaksanakannya.

Imam al-Ghazali dalam kitab Ihya Ulum al-Din menyebutkan ,puasa adalah seperempat dari keimanan. Dalamkitab tersebut, beliau juga membagi tingkatan orang-orang yang berpuasa ke dalam tiga tingkatan;

Pertama, Shaumul Umum,- yaitu puasa pada level awam.

Imam al-Ghazali menulis, puasa dalam tingkatan ini adalah, “menahan perut dan kemaluan dari kebutuhan syahwat”.
Pada level ini puasa ditujukan bagi mereka yang belum mampu mengendalikan dorongan hasrat nafsunya.

Puasa didefinisikan sebagai menahan diri dari makan, minum dan seks. Hal ini merupakan latihan untuk mencegah perut dan kemaluan dari pemenuhan syahwat secara berlebihan.

Puasa pada level ini adalah menekan hasrat keserakahan dan melatih rasa kebercukupan dan sikap kebersahajaan.
Pada level ini masih banyak yang terjebak pada puasa dalam aspek formalitasnya saja, sehingga puasanya hanya sekadar berarti menahan dari makan, minum dan seks dari subuh hingga maghrib, namun tidak berimplikasi apa-apa kecuali lapar dan haus sebagaimana yang dikatakan oleh Nabi saw.

Mereka yang berhasil menyelesaikan tahapan umum ini maka tingkatan puasanya akan menanjak kepada tingkatan khusus.

Kedua, Shaumul Khusus,- yaitu puasa pada level orang-orang khusus atau orang-orang saleh.

Berkenaan dengan puasa khusus Imam AL-Ghazali menulis  “menahan seluruh anggota tubuh dari dosa”. Hakikatnya puasa pada level puasa khusus, adalah sebuah proses refleksi kedirian manusia untuk mendengar suara-suara kebenaran dari kedalaman nuraninya.

Itulah sebabnya, bagi kaum khusus, puasa tidak sekadar menahan hasrat instingtif jasmaniyah secara fisikal semata, tapi juga mengendalikan kecenderungan-kecenderungan ragawiyah yang terbetik di pikiran dan di hatinya.

Bagi kaum khusus, puasa tak sekadar menahan lapar dan dahaga, tapi puasa adalah proses “membunuh” segala potensi-potensi bengkalai kejiwaan yang menghalangi perjalanan kemanusiaan.
Oleh karena itu, puasa yang dilakukan pada level ini adalah selain menahan hawa nafsu yang berkaitan dengan makan, minum, dan seks, tapi lebih dari itu adalah mencegah seluruh indera dan anggota tubuh untuk cenderung pada hal-hal yang dilarang oleh Allah.

Ketiga, Shaum Khususil Khusus,-adalah tingkatan para aulya Allah.

Imam al-Ghazali menulis tentang puasa pada level ini, “menahan hati agar tidak mendekati kehinaan dan memikirkan selain Allah”.

Bagi kaum khususil khusus, puasa adalah proses untuk menyingkap kebenaran sejati dari bisik” sirr al-asrar” pada kedalaman qalbu yang paling sublim.

Oleh karena itu, puasa pada derajat ini adalah proses “peniadaan” dari segala selain DIA, agar dalam pikiran dan hati kita hanya ada DIA dan hanya tertuju padaNYA, tidak untuk selain DIA.

Puasa pada tingkatan ini adalah puasa hati dari segala keinginan dan kecenderungan duniawi dan mengarahkan kecenderungan hati hanya pada Allah semata.

Tak perlu berkecil hati jika puasa kita masih pada level umum atau awam, yang perlu ditumbuhkan adalah semangat untuk mengalahkan hawa nafsu sehingga ruhani kita dapat menanjak pada level orang-orang khusus yang mampu menahan seluruh anggota tubuhnya untuk cenderung pada segala yang dilarang Allah.

Puasa pada level awam adalah puasa dalam artian mehahan, sedangkan puasa dalam tingkat khusus dan khususil khusus adalah puasa sebagai proses “MENUHAN”.

 

Oleh: DR Sabhara Nuruddin, (Peneliti Balai Litbang Makasar).

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button