GORONTALO UTARAKABAR BHAYANGKARA
Trending

Terkait Isteri Kades Terima BPNT/PKH, YLBHIG Akan Proses Secara Hukum

Tutun : ketika ditemukan adanya dua alat bukti maka kami akan segera melaporkan secara resmi masalah ini ke pihak APH

M-bhargonews, Gorut. Terkait berita salah satu media online nasional regamedia.com yang mengangkat tentang adanya isteri kepala desa (kades) yaitu isteri dari Kades Otiola Kec. Ponelo Kab. Gorontalo Utara (Gorut) yang hingga saat ini masih menerima BPNT (Bantuan Pangan Non Tunai) dan PKH (Program Keluarga Harapan), mendapat sorotan dari Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia Gorontalo (YLBHIG) Cabang Gorontalo Utara Tutun Suaib, SH, selasa (23/06/2020).

Tutun menyampaikan bahwasanya ada ketentuan hukum yang dilanggar terkait masih adanya warga yang menerima bantuan sosial sedangkan yang bersangkutan tidak lagi berhak atas bantuan sosial tersebut. Sebab bagi warga penerima PKH yang mampu tetapi masih menerima bantuan PKH dan tidak mengundurkan diri dapat dikenakan Pasal 43 (1) UU No 13 tahun 2011 Tentang Penanganan Fakir Miskin.

Tutun Suaib, SH. Ketua YLBHIG Cab. Gorut
Tutun Suaib, SH (Ketua YLBHIG Cab. Gorut)

Tutun lalu memaparkan pasal-pasal yang bisa dikenakan terhadap orang yang memanfaatkan bantuan sosial seperti PKH dan BPNT Seperti yang dijelaskan dalam undang undang tersebut, Pada BAB VIII KETENTUAN PIDANA yang berbunyi:

Pasal 42, Setiap orang yang memalsukan data verifikasi dan validasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3), dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp50.000.000,00 (Lima Puluh Juta Rupiah).

Pasal 43 (1), Setiap orang yang menyalahgunakan dana penanganan fakir miskin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Selain dikenakan pada orang/pelaku penerima bantuan sosial itu, Tutun juga menuturkan bahwa siapapun yang terlibat dalam hal pendistribusian bantuan sehingga tidak tepat sasaran bisa dikenakan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38, dipidana dengan denda paling banyak Rp750.000.000,00 (Tujuh Ratus Lima Puluh Juta Rupiah)

Tutun kemudian menyampaikan bahwa pihaknya akan segera melakukan koordinasi dengan pihak APH (Aparat Penegak Hukum) dan apabila cukup bukti kami akan segera melapor secara resmi

“saat ini kami akan segera berkoordinasi dengan APH dan ketika ditemukan adanya dua alat bukti maka kami akan segera melaporkan secara resmi masalah ini ke pihak APH” ujar Tutun. (AFS)

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button